Gerakan Tiga A : Organisasi Bentukan Jepang – Pada kesempatan kali ini, Kata Ilmu akan membahas mengenai gerakan Tiga A : organisasi bentukan Jepang.
Gerakan tiga A sendiri memiliki 3 arti, yakni Jepang pelindung Asia,
jepang Pemimpin Asia dan Jepang cahaya Asia. berdiri pada tanggal 1 Juli
1942, diketuai oleh Mr. Syamsuddin. Pada awal gerakan tiga A dikenalkan
kepada masyarakat Indonesia, terlihat bahwa pemerintah Jepang berjanji
bahwa saudara tuanya ini dapat mencium aroma kemerdekaan.
Pada
awal-awal gerakannya, pemerintah militer jepang bersikap baik terhadap
bangsa Indonesia, tetapi akhirnya sikap baik itu berubah. Apa yang
ditetapkan pemerintah Jepang sebenarnya bukan untuk mencapai kemakmuran
dan kemerdekaan Indonesia, melainkan demi kepentingan pemerintahan
jepang yang pada saat itu sedang menghadapi perang. Tetapi setelah
pemerintahan jepang mengetahui betapa besar pengharapan akan sebuah
kemerdekaan, maka mulai dibuat propaganda – propaganda yang terlihat
seolah-olah Jepang memihak pada kepentingan bangsa Indonesia.
Dalam
menjalankam aksinya, Jepang berusaha untuk bekerja sama dengan paea
pemimpin bangsa Indonesia ( bersikap Kooperatif ). Cara ini digunakan
agar para pemimpin nasional dapat merekrut massa dengan mudah dan
pemerintahan jepang dapat mengawasi kinerja para pemimpin bangsa.
Tetapi
gerakan Tiga A tidak bertahan lama, hal ini dikarenakan kurang mendapat
simpati dikalangan masyarakat Indonesia. sebagai penggantinya,
pemerintah Jepang menawarkan kerjasama kepada tokoh – tokoh nasional
bangsa Indonesia. Dengan kerjasama ini pemimpin – pemimpin Indonesia
yang ditahan dapat dibebaskan, diantaranya Ir. Soekarno, Drs. Moch.
Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.
Gerakan
Tiga A Gerakan Tiga A yang memiliki tiga arti, yaitu Jepang Pelindung
Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Pada awal gerakan
ini dikenalkan kepada masyarakat Indonesia, terlihat bahwa pemerintah
Jepang berjanji bahwa saudara tua nya ini dapat mencium aroma
kemerdekaan. Pada awal gerakannya, pemerintah militer Jepang bersikap
baik terhadap bangsa Indonesia, tetapi akhirnya sikap baik itu berubah.
Apa yang ditetapkan pemerintah Jepang sebenarnya bukan untuk mencapai
kemakmuran dan kemerdekaan Indonesia, melainkan demi kepentingan
pemerintahan Jepang yang pada saat itu sedang menghadapi perang. Tetapi
setelah pemerintah Jepang mengetahui betapa besarnya pengharapan akan
sebuah kemerdekaan, maka mulai dibuat propaganda-propaganda yang
terlihat seolah-olah Jepang memihak kepentingan bangsa Indonesia. Dalam
menjalankan aksinya, Jepang berusaha untuk bekerja sama dengan para
pemimpin bangsa (bersikap kooperatif). Cara ini digunakan agar para
pemimpin nasionalis dapat merekrut massa dengan mudah dan pemerintah
Jepang dapat mengawasi kinerja para pemimpin bangsa. Tetapi gerakan ini
tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan kurang mendapat simpati di
kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai penggantinya, pemerintah Jepang
menawarkan kerja sama kepada tokoh-tokoh nasional Indonesia. Dengan
kerja sama ini, pemimpin-pemimpin Indonesia yang ditahan dapat
dibebaskan, di antaranya Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Syahrir,
dan lain-lain. 2. Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) Tawaran kerja sama yang
ditawarkan pemerintahan Jepang pada masa itu, disambut hangat oleh para
pemimpin bangsa. Sebab menurut perkiraan mereka, suatu kerja sama di
dalam situasi perang adalah cara terbaik. Pada masa ini, muncul empat
tokoh nasionalis yang dikenal dengan sebutan Empat Serangkai, mereka
adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hattta, K.H. Mas Mansyur, dan Ki Hajar
Dewantara. Empat tokoh nasionalis ini lalu membentuk sebuah gerakan baru
yang dinamakan Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Putera resmi didirikan
pada tanggal 16 April 1943. Gerakan yang didirikan atas dasar prakarsa
pemerintah Jepang ini bertujuan untuk membujuk kaum nasionalis sekuler
dan kaum intelektual agar dapat mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk
usaha perang negara Jepang. Gerakan ini ini tidak dibiayai pemerintahan
Jepang. Walaupun demikian, pemimpin bangsa ini mendapat kemudahan untuk
menggunakan fasilitas Jepang yang ada di Indonesia, seperti radio dan
koran. Dengan cara ini, para pemimpin angsa dapat berkomunikasi secara
leluasa kepada rakyat. Sebab, pada masa ini radio umum sudah banyak yang
masuk ke desa-desa. Pada akhirnya, gerakan ini ternyata berhasil
mempersiapkan mental masyarakat Indonesia untuk menyambut kemerdekaan
pada masa yang akan datang. 3. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Selang beberapa waktu, ternyata pemerintah Jepang mulai menyadari bahwa,
gerakan Putera lebih banyak menguntungkan rakyat Indonesia dan kurang
menguntungkan pihaknya. Untuk itu, Jepang membentuk organisasi baru yang
dinamakan Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa). Tujuan pendirian
organisasi ini adalah untuk penghimpunan tenaga rakyat, baik secara
lahir ataupun batin sesuai dengan hokosisyin (semangat kebaktian).
Adapun yang termasuk semangat kebaktian itu di antaranya: mengorbankan
diri, mempertebal persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bukti.
Organisasi ini dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Berarti,
organisasi ini diintegrasikan ke dalam tubuh pemerintah. Organisasi ini
mempunyai berbagai macam hokokai profesi, di antaranya Izi hokokai
(Himpunan Kebaktian Dokter), Kyoiku Hokokai (Himpunan Kebaktian Para
Pendidik), Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Syidosyo (Pusat
Budaya) dan Hokokai Perusahaan. Struktur kepemimpinan di dalam Jawa
Hokokai ini langsung dipegang oleh Gunseikan, sedangkan di daerah
dipimpin oleh Syucohan (Gubernur atau Residen). Pada masa ini, golongan
nasionalis disisihkan, mereka diberi jabatan baru dalam pemerintahan,
akan tetapi, segala kegiatannya memperoleh pengawasan yang ketat dan
segala bentuk komunikasi dengan rakyat dibatasi. 4. Seinendan Seinendan
adalah organisasi semi militer yang didirikan pada tanggal 29 April
1943. Orang-orang yang boleh mengikuti organisasi ini adalah pemuda yang
berumur 14-22 tahun. Tujuan didirikannya Seinendan adalah untuk
mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan
tanah airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya sendiri. Tetapi,
maksud terselubung diadakannya pendidikan dan pelatihannya ini adalah
guna mempersiapkan pasukan cadangan untuk kepentingan Jepang di Perang
Asia Timur Raya. 5. Keibodan Organisasi ini didirikan bersamaan dengan
didirikannya Seinendan, yaitu pada tanggal 29 April 1943. Anggotanya
adalah para pemuda yang berusia 26 45 tahun. Tujuan didirikannya
organisasi ini adalah untuk membantu polisi dalam menjaga lalu lintas
dan melakukan pengamanan desa. 6. Fujinkai Fujinkai dibentuk pada bulan
Agustus 1943. Organisasi ini bertugas untuk mengerahkan tenaga perempuan
turut serta dalam memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana
wajib. Dana wajib dapat berupa perhiasan, bahan makanan, hewan ternak
ataupun keperluan-keperluan lainnya yang digunakan untuk perang. 7.
Heiho Anggota Heiho adalah para prajurit Indonesia yang ditempatkan pada
organisasi militer Jepang. Mereka yang tergabung di dalamnya adalah
para pemuda yang berusia 18-25 tahun. 8. MIAI (Majelis Islam A’la
Indonesia) Golongan nasionalis Islam adalah golongan yang sangat anti
Barat, hal itu sesuai dengan apa yang diinginkan Jepang. Jepang berpikir
bahwa golongan ini adalah golongan yang mudah dirangkul. Untuk itu,
sampai dengan bulan Oktober 1943, Jepang masih mentoleransi berdirinya
MIAI. Pada pertemuan antara pemuka agama dan para gunseikan yang
diwakili oleh Mayor Jenderal Ohazaki di Jakarta, diadakanlah acara tukar
pikiran. Hasil acara ini dinyatakan bahwa MIAI adalah organisasi resmi
umat Islam. Meskipun telah diterima sebagai organisasi yang resmi,
tetapi MIAI harus tetap mengubah asas dan tujuannya. Begitu pula
kegiatannya pun dibatasi. Setelah pertemuan ini, MIAI hanya diberi tugas
untuk menyelenggarakan peringatan hari-hari besar Islam dan pembentukan
Baitul Mal (Badan Amal). Ketika MIAI menjelma menjadi sebuah organisasi
yang besar maka para tokohnya mulai mendapat pengawasan, begitu pula
tokoh MIAI yang ada di desa-desa. Lama kelamaan Jepang berpikir bahwa
MIAI tidak menguntungkan Jepang, sehingga pada bulan Oktober 1943 MIAI
dibubarkan, lalu diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) dan dipimpin oleh K.H Hasyim Asy’ari, K.H Mas Mansyur, K.H
Farid Ma’ruf, K.H. Hasyim, Karto Sudarmo, K.H Nachrowi, dan Zainul
Arifin sejak November 1943. Jika dilihat lebih saksama, secara politis
pendudukan Jepang telah mengubah beberapa hal, di antaranya sebagai
berikut. a. Berubahnya pola perjuangan para pemimpin Indonesia, yaitu
dari perjuangan radikal menuju perjuangan kooperatif (kerja sama). Hal
ini dimanfaatkan oleh para pemimpin Indonesia untuk membina mental
rakyat. Misalnya melalui keterlibatan rakyat dalam Putera dan Jawa
Hokokai. b. Berubahnya struktur birokrasi, yaitu dengan membagi wilayah
ke dalam wilayah pemerintah militer pendudukan. Misalnya,
diperkenalkannya sistem tonarigumi (rukun tetangga) di desa-desa. Lalu
beberapa gabungan tonarigumi ini dikelompokkan ke dalam ku (desa atau
bagian kota). Akibat ini semua, desa menjadi lebih terbuka dan banyak
juga dari orang Indonesia yang menduduki jabatan birokrasi tinggi di
pemerintahan, suatu hal yang tidak terjadi pada masa pemerintahan
Belanda. 9. Pembentukan BPUPKI dan PPKI Kekalahan-kekalahan yang
diterima Jepang, membuat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Jepang
turut melemah. Mulai awal tahun 1943, di bawah perintah Perdana Menteri
Tojo, pemerintahan Jepang diperintahkan untuk memulai penyelidikan akan
kemungkinan memberi kemerdekaan terhadap daerah-daerah pendudukannya.
Untuk itu, kerja sama dengan bangsa Indonesia mulai diintensifkan dan
mengikutsertakan wakil Indonesia, seperti Soekarno dalam parlemen
Jepang. Pada tahun 1944, kedudukan Jepang semakin terjepit. Oleh karena
itu, untuk mempertahankan pengaruh Jepang di negara-negara yang
didudukinya, Perdana Menteri Koiso mengeluarkan Janji Kemerdekaan pada
tanggal 7 September 1945 dalam sidang parlemen Jepang di Tokyo. Sebagai
realisasi dari janji tersebut, pada tanggal 1 Maret 1945, Letnan
Jenderal Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan
pembentukan Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). BPUPKI bertugas untuk
mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting dan perlu bagi
pembentukan negara Indonesia, misalnya saja hal-hal yang menyangkut segi
ekonomi dan politik. BPUPKI ternyata tidak bertahan lama. Dalam
perkembangan berikutnya, BPUPKI dibubarkan, lalu diganti dengan
Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Badan ini diresmikan sesuai dengan keputusan Jenderal Terauchi,
yaitu seorang panglima tentara umum selatan, yang membawahi semua
tentara Jepang di Asia Tenggara pada tanggal 7 Agustus 1945. Setelah
itu, diadakanlah pertemuan antara Soekarno, M. Hatta, dan Rajiman
Wedyodiningrat dengan Jenderal Terauchi di Dalat. Di dalam pertemuan
itu, Jenderal Terauchi menyampaikan bahwa Pemerintah Jepang telah
memutuskan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia yang wilayahnya
meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar