Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pendudukan Jepang
1.Perlawanan
di Sukamanah
Sukamanah adalah sebuah desa di Kecamatan Singaparna di wilayah Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat). Perlawanan di Sukamanah ini dipimpin oleh K.H Zaenal Mustafa. Pada awalnya K.H Zaenal Mustafa adalah tokoh penentang Pemerintahan Hindia Belanda yang dianggap sebagai golongan kafir yang hendak merusak kehidupan agama kaum muslimin Indonesia. Pada masa ini seringkali beliau dipenjara oleh pemerintahan kolonial. Pada masa Pendudukan Jepang K.H Zaenal Mustafa dibebaskan. Tujuan dari pembebasan ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk mensukseskan propaganda Jepang. Tokoh agama dianggap sebagai sarana yang tepat untuk propaganda karena mempunyai people power yang banyak. Tetapi karena perbedaan prinsip, terutama yang berkaitan dengan kaidah dan prinsip Agama Islam secara tegas beliau menolak ajakan kerja sama bangsa Jepang.
Sukamanah adalah sebuah desa di Kecamatan Singaparna di wilayah Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat). Perlawanan di Sukamanah ini dipimpin oleh K.H Zaenal Mustafa. Pada awalnya K.H Zaenal Mustafa adalah tokoh penentang Pemerintahan Hindia Belanda yang dianggap sebagai golongan kafir yang hendak merusak kehidupan agama kaum muslimin Indonesia. Pada masa ini seringkali beliau dipenjara oleh pemerintahan kolonial. Pada masa Pendudukan Jepang K.H Zaenal Mustafa dibebaskan. Tujuan dari pembebasan ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk mensukseskan propaganda Jepang. Tokoh agama dianggap sebagai sarana yang tepat untuk propaganda karena mempunyai people power yang banyak. Tetapi karena perbedaan prinsip, terutama yang berkaitan dengan kaidah dan prinsip Agama Islam secara tegas beliau menolak ajakan kerja sama bangsa Jepang.
Ketika menghadiri sebuah upacara dilapangan kota
Singaparna, beliau menolak untuk melakukan Seikerei (memberi hormat
kepada kaisar Jepang Tenno Heika) dengan cara membungkukkan badan serta
menundukkan kepala kearah istana Kaisar Jepang. Seikerei dianggap
perbuatan syirik karena dalam ajaran Islam tak ada yang pantas disembah
kecuali Allah S.W.T. Bersama pengikutnya beliau meninggalkan lapangan
tersebut. Tindakan tersebut menyebab-kan ketegangan di antara kedua
belah pihak. Pada tanggal 25 Februari 1944 terjadilah pertempuran.
Karena kekuatan yang tidak seimbang K.H. Zaenal Mustafa dapat ditangkap
dan dipenjara di Cipinang (Jakarta). Pada tanggal 25 Oktober 1944 beliau
dan pengikutnya dieksekusi tentara Jepang.
2.Perlawanan di Jawa Barat
Pada bulan April 1944 rakyat di desa Kaplongan, kabupaten Indramayu bangkit melawan Jepang sebagai akibat dari tindakan tentara Jepang yang melakukan perampasan padi dan bahan makanan lain secara paksa. Di Kabupaten yang sama tepatnya di desa Cidempet pada tanggal 30 Juli 1944 terjadi juga perlawan rakyat dengan penyebab yang sama juga, yaitu kelaliman alat-alat pemerintahan pendudukan Jepang.
Pada bulan April 1944 rakyat di desa Kaplongan, kabupaten Indramayu bangkit melawan Jepang sebagai akibat dari tindakan tentara Jepang yang melakukan perampasan padi dan bahan makanan lain secara paksa. Di Kabupaten yang sama tepatnya di desa Cidempet pada tanggal 30 Juli 1944 terjadi juga perlawan rakyat dengan penyebab yang sama juga, yaitu kelaliman alat-alat pemerintahan pendudukan Jepang.
3.Perlawanan di Aceh
Pada bulan November 1942 di daerah Cot Plieng, Lhoek Seumawe terjadi perlawanan rakyat menentang pasukan Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pada saat melaksanakan ibadah sholat Tengku Abdul Jalil dan para pengikutnya dibunuh oleh pasukan Jepang.
Pada bulan November 1942 di daerah Cot Plieng, Lhoek Seumawe terjadi perlawanan rakyat menentang pasukan Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Pada saat melaksanakan ibadah sholat Tengku Abdul Jalil dan para pengikutnya dibunuh oleh pasukan Jepang.
4.Perlawanan di Sulawesi Selatan
Sebagai akibat dari penyerahan padi secara paksa terjadilah perlawanan rakyat Maluku Selatan di bawah pimpinan Haji Temmale. Perlawanan ini terkenal dengan ’’Peristiwa Unra“ sebab terjadi di desa Unra Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
Sebagai akibat dari penyerahan padi secara paksa terjadilah perlawanan rakyat Maluku Selatan di bawah pimpinan Haji Temmale. Perlawanan ini terkenal dengan ’’Peristiwa Unra“ sebab terjadi di desa Unra Kabupaten Bone Sulawesi Selatan.
5.Perlawanan di Kalimantan
Di berbagai tempat di Kalimantan terjadi perlawanan rakyat menetang kekuasaan tentara Jepang yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Di Kalimantan Barat kurang lebih 21.000 orang dibunuh dan dibantai secara kejam oleh tentara Jepang. Selain rakyat yang tidak berdosa, banyak di antara mereka adalah raja-raja, tokoh-tokoh masyarakat terkemuka, dan tokoh-tokoh pergerak-an nasional turut terbunuh dalam aksi perlawanan tersebut. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka didirikanlah sebuah Monumen Mandor, di desa Mandor.
Di berbagai tempat di Kalimantan terjadi perlawanan rakyat menetang kekuasaan tentara Jepang yang bertindak kejam dan sewenang-wenang. Di Kalimantan Barat kurang lebih 21.000 orang dibunuh dan dibantai secara kejam oleh tentara Jepang. Selain rakyat yang tidak berdosa, banyak di antara mereka adalah raja-raja, tokoh-tokoh masyarakat terkemuka, dan tokoh-tokoh pergerak-an nasional turut terbunuh dalam aksi perlawanan tersebut. Untuk mengenang peristiwa tersebut maka didirikanlah sebuah Monumen Mandor, di desa Mandor.
6.Pemberontakan Tentara PETA di Blitar Jawa Timur
Penderitaan rakyat akibat dari pengerahan Romusha dan kesewenang-wenangan tentara Jepang menimbulkan amarah di kalangan anggota-anggota Daidan Blitar. Puncak kemarahan meletup pada tanggal 14 Februari 1945. Di bawah pimpinan Shodanco Supriyadi dan Shodanco Muradi sebagai komandan pertempuran terjadilah pemberontakan tentara PETA di Blitar.
Penderitaan rakyat akibat dari pengerahan Romusha dan kesewenang-wenangan tentara Jepang menimbulkan amarah di kalangan anggota-anggota Daidan Blitar. Puncak kemarahan meletup pada tanggal 14 Februari 1945. Di bawah pimpinan Shodanco Supriyadi dan Shodanco Muradi sebagai komandan pertempuran terjadilah pemberontakan tentara PETA di Blitar.
Pemberontakan ini meluas ke seluruh penjuru kota Blitar dan
pos-pos pasukan Jepang di luar kota. Dengan kekuatan kurang lebih 200
orang. Untuk meredam pemberontakan PETA di Blitar, Jepang mengerahkan
pasukannya yang berada di Malang dan Surabaya. Dengan persenjataan dan
jumlah pasukan yang lebih memadai mudah saja bagi Jepang untuk menumpas
tentara PETA pemberontak. Namun Jepang takut dengan akibat-akibat yang
tidak terduga-duga jika menggempur pasukan PETA pemberontak. Untuk itu
dipilihlah jalan perundingan.
Dengan janji diberi pengampunan, Shodanco Muriadi menerima
ajakan Kolonel Katagiri. Sebagai tanda bahwa pihak Jepang menempati
janjinya, maka kolonel Katagiri menyerahkan pedang Samurai sebagai
jaminan kehormatannya. Pada tanggal 21 Februari 1945 Shodanco Muriadi
yang tahu sifat ksatria dari adat istiadat Jepang menerima perundingan
tersebut. Beliau yakin bahwa Jepang tidak akan mengingkari janjinya.
Ternyata semangat Bushido yang dipegang teguh tentara Jepang selama ini
hanyalah isapan jempol saja. Dengan cara yang licik itu Jepang melucuti
persenjataan Tentara PETA pemberontak.
Setelah menjalani pemeriksaan dan penyiksaan, pada tanggal
13 – 16 April 1945 Shodanco Muriadi diadili, 6 orang yang berpengaruh
dalam pemberontakkan PETA, termasuk Sodancho Muriadi mendapat hukuman
mati. Yang lain mendapat hukuman penjara yang bervariasi. Sedangkan
Sodancho Supriyadi sebagai pimpinan pemberontakkan dinyatakan hilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar